
kobexielite.com/ – Dana hibah adalah dana pemberian yang dilakukan oleh seseorang kepada pihak lain yang dilakukan ketika masih hidup dan pelaksanaan pembagiannya pun dilakukan ketika penghibah masih hidup juga.
Definisi Hibah
Hibah dalam bahasa Belanda adalah “Schenking”, sedangkan menurut istilah yang disebutkan dalam Pasal 1666 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, adalah:
“Sesuatu persetujuan dengan mana si penghibah di waktu hidupnya, dengan cuma-cuma dan dengan tidak dapat ditarik kembali, menyerahkan suatu benda guna keperluan si penerima hibah yang menerima penyerahan itu.”
Dilansir dari Hukumzone.co.id (Minggu, 3/6/2018), Hukum Perdata Indonesia juga telah mengatur beberapa pasal terkait dasar hibah dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata, diantaranya:
Gratis Download Ebook Perencanaan Keuangan untuk Usia 30 an
Pasal 1667 Kitab Undang-undang Hukum Perdata:
“Hibah hanyalah dapat mengenai benda-benda yang sudah ada, jika ada itu meliputi benda-benda yang baru akan di kemudian hari, maka sekedar mengenai itu hibahnya adalah batal.”
Berdasarkan ketentuan tersebut, maka jika dihibahkan barang yang sudah ada, bersama suatu barang lain yang akan di kemudian hari, penghibahan mengenai yang pertama adalah sah, tetapi mengenai barang yang kedua adalah tidak sah.
[Baca Juga: Perbedaan Hibah dan Waris dalam Distribusi Keuangan]
Pasal 1668 Kitab Undang-undang Hukum Perdata:
“Si penghibah tidak boleh memperjanjikan bahwa ia tetap berkuasa untuk menjual atau memberikan kepada orang lain suatu benda termasuk dalam penghibahan semacam ini sekedar mengenai benda tersebut dianggap sebagai batal”.
Janji yang diminta si penghibah, bahwa ia tetap berkuasa untuk menjual atau memberikan kepada orang lain, berarti bahwa hak milik atas barang tersebut, tetap ada padanya karena hanya seseorang pemilik yang dapat menjual atau memberikan barangnya kepada orang lain, hal mana dengan sendirinya bertentangan dengan sifat dan hakekat penghibahan.
Maka dari itu, perjanjian seperti ini membuat penghibahan batal, yang terjadi sebenarnya adalah hanya sesuatu pemberian nikmat hasil.
Pasal 1669 Kitab Undang-undang Hukum Perdata:
“Adalah diperbolehkan kepada si penghibah untuk memperjanjikan bahwa ia tetap memiliki kenikmatan atau nikmat hasil benda-benda yang dihibahkan, baik benda-benda bergerak maupun benda-benda tidak bergerak, atau bahwa ia dapat memberikan nikmat hasil atau kenikmatan tersebut kepada orang lain, dalam hal mana harus diperhatikan ketentuan-ketentuan dari bab kesepuluh buku kedua kitab undang-undang ini.”
Bab kesepuluh dari Buku Kedua Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yang dimaksud itu adalah bab yang mengatur tentang Hak Pakai Hasil atau Nikmat Hasil.
Sekadar ketentuan-ketentuan itu telah dicabut, yaitu mengenai tanah, dengan adanya Undang-undang Pokok Agraria (UU No. 5 Tahun 1960), tetapi ketentuan-ketentuan itu mengenai barang yang bergerak masih berlaku.
Bagaimana Cara untuk Menghibahkan Sesuatu?
Untuk lebih jelasnya dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pun telah mengatur tentang cara menghibahkan sesuatu yang tertuang dalam beberapa pasal berikut ini:
Pasal 1682 Kitab Undang-undang Hukum Perdata:
“Tiada suatu hibah kecuali yang disebutkan dalam Pasal 1687, dapat atas ancaman batal, dilakukan selainnya dengan akta notaris, yang aslinya disimpan oleh notaris itu.”
[Baca Juga: Menelusuri Lebih Jauh Tentang Pajak Hibah dan Cara Menghitung Pajak Hibah]
Pasal 1683 Kitab Undang-undang Hukum Perdata:
“Tiada suatu hibah mengikat si penghibah atau menerbitkan sesuatu akibat yang bagaimanapun, selainnya mulai saat penghibahan itu dengan kata-kata yang tegas diterima oleh si penerima hibah sendiri atau oleh seorang yang dengan suatu akta otentik oleh si penerima hibah itu telah dikuasakan untuk menerima penghibahan-penghibahan yang telah diberikan oleh si penerima hibah atau akan diberikan kepadanya dikemudian hari.
Jika penerima hibah tersebut telah dilakukan di dalam suratnya hibah sendiri, maka itu akan dapat dilakukan di dalam suatu akta otentik, kemudian yang aslinya harus disimpan, asal yang demikian itu dilakukan di waktu si penghibah masih hidup, dalam hal mana penghibahan terhadap orang yang terakhir hanya berlaku sejak saat penerima itu diberitahukan kepadanya.“
Inilah Pandangan Mengenai Hibah dalam Hukum Islam
Selain definisi yang telah dipaparkan sebelumnya, beberapa pakar pun mendefinisikan hibah dari sudut pandang hukum Islam dilansir dari Pengertianpakar.com (Minggu, 3/6/2018).
Hibah adalah pemberian yang dilakukan oleh seseorang kepada pihak lain yang dilakukan ketika masih hidup dan pelaksanaan pembagiannya biasanya dilakukan pada waktu penghibah masih hidup.
Sementara itu, Asaf A. A. Fyzee mendefinisikan hibah sebagai penyerahan langsung dan tidak bersyarat tanpa pemberian balasan.
Selanjutnya dalam Kitab Durru’l, Muchtar mendefinisikan hibah sebagai pemindahan hak atas harta milik itu sendiri oleh seseorang kepada orang lain tanpa pemberian balasan.
[Baca Juga: Infografis #8 Mengenal Distribusi Kekayaan dengan Waris dan Hibah]
Dalam Hukum Islam diperbolehkan seseorang memberikan atau menghadiahkan sebagian atau seluruhnya harta kekayaan ketika masih hidup kepada orang lain disebut “intervivos“.
Pemberian semasa hidup itu sering disebut sebagai ‘hibah”.
Jika dalam hukum waris, proses pewarisan yaitu adanya seseorang yang meninggal dunia dengan meninggalkan sejumlah harta kekayaan. Sedangkan berbeda dengan hibah, karena seseorang pemberi hibah itu harus masih hidup pada waktu pelaksanaan pemberian.
Terkait dengan jumlah harta yang dihibahkan juga tidak dibatasi, dalam hal ini berbeda halnya dengan pemberian seseorang melalui surat wasiat yang terbatas pada sepertiga dari harta peninggalan yang bersih.
Berkenaan dengan hibah tersebut, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, diantaranya:
Jenis Hibah
Menurut Hukum Islam, hibah dapat dilakukan baik secara tertulis maupun lisan, bahkan telah ditetapkan dalam Hukum Islam bahwa pemberian yang berupa harta tidak bergerak dapat dilakukan dengan lisan tanpa mempergunakan suatu dokumen tertulis.
[Baca Juga: Merencanakan Distribusi Kekayaan: Waris atau Hibah]
Namun jika ditemukan bukti-bukti yang cukup tentang terjadinya peralihan hak milik, maka pemberian tersebut dapat dinyatakan secara tertulis.
Jika pemberian tersebut dilakukan dalam bentuk tertulis, bentuk tersebut terdapat dua macam yaitu:
Syarat Melakukan, Memberi, dan Menerima Hibah dalam Hukum Islam
Hukum Islam memandang beberapa hal penting yang dijadikan syarat untuk melakukan hibah, diantaranya:
Seseorang yang akan menghibahkan sebagian atau seluruh harta kekayaannya semasa hidupnya, menurut Hukum Islam harus memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut:
Terkait dengan pihak yang akan menerima hibah, tidak ada persyaratan tertentu sehingga hibah dapat diberikan kepada siapapun.
Namun dengan beberapa pengecualian sebagai berikut:
[Baca Juga: Perencanaan Waris, Hibah dan Distribusi Kekayaan dalam Keluarga]
Mengenai hal yang dihibahkan, pada dasarnya segala macam harta benda yang menjadi hak milik dapat dihibahkan, misalnya harta pusaka maupun harta gono-gini seseorang.
Benda tetap maupun bergerak dan segala macam piutang serta hak-hak yang tidak berwujud itu juga dapat dihibahkan oleh pemiliknya.
Itulah beberapa definisi dan penjelasan terkait hibah yang bisa Anda ketahui melalui Artikel Finansialku ini.
Jika Anda merasa Artikel Finansialku ini bermanfaat, Anda bisa membagikannya kepada kenalan dan kerabat Anda.
Sumber Referensi:
Sumber Gambar:

